Hidrasi Semen

Semen merupakan salah satu material anorganik yang banyak dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan bangunan, selain itu semen juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan beton. Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.  Batu  kapur/gamping  adalah  bahan  alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan  lempung/tanah  liat  adalah  bahan  alam  yang mengandung  senyawa:  silika  oksida  (SiO2),  aluminium  oksida  (Al2O3),  besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO).  Untuk menghasilkan semen, bahan baku  tersebut  dibakar  pada suhu yang sangat tinggi yaitu antara 1400 - 1600 °C sampai  meleleh,  sebagian  untuk  membentuk  clinkernya, yang  kemudian  dihancurkan  dan  ditambah  dengan  gips  (gypsum)  dalam  jumlah yang sesuai.                              

Kandungan semen berturut-turut mulai dari yang terbanyak yaitu kalsium (II) oksida (CaO), silika (IV) oksida (SiO2), aluminium (III) oksida (Al2O3), besi (III) oksida (Fe2O3)dan komponen minor lainnya, salah satunya adalah kalsium (II) sulfat (CaSO4) (MacLaren, 2003). Akan tetapi, karena proses pembuatan semen dari bahan-bahan bakunya menggunakan temperatur yang sangat tinggi (melebihi 1200 oC), beberapa komponen tersebut bergabung dengan sesamanya menghasilkan bermacam-macam campuran fase padat terutama trikalsium silikat (3CaO.SiO2), dikalsium silikat (2CaO.SiO2), trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) dan tetrakalsium aluminoferit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) (MacLaren, 2003).Ahli kimia semen menggunakan penamaan yang disingkat berdasarkan oksida dari beberapa unsur untuk menunjukkan rumus kimia dari senyawa yang bersesuaian, misalnya C = CaO, S = SiO2, A = Al2O3, F = Fe2O3.

Berikut adalah komposisi kimia semen dalam bentuk oksida (tabel 1).

Tabel 1. Rumus kimia dan penamaan semen untuk zat-zat penyusun utama dari semen portland.
Notasi singkatan: C = CaO, S = SiO2, A = Al2O3, F = Fe2O3

Mineral

Rumus Kimia

Komposisi dalam bentuk oksida

Singkatan

trikalsium silikat

Ca3SiO5

3CaO.SiO2

C3S

dikalsium silikat

Ca2SiO4

2CaO.SiO2

C2S

trikalsium aluminat

Ca3Al2O5

3CaO.Al2O3

C3A

tetrakalsium aluminoferit

Ca4AlnFe2-nO7

4CaO.AlnFe2-nO3

C4AF


Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya.  Setelah semen dicampur dengan air, komponen-komponen tersebut mengalami hidrasi menghasilkan bermacam-macam produk reaksi, terutama 3CaO.2SiO2.nH2O(s), 3CaO.Al2O3.3CaSO4.nH2O(s), 3CaO.Al2O3.nH2O(s), 3CaO.Fe2O3.nH2O(s), dan CaOH2(aq) (MacLaren, 2003). Campuran dari semua produk reaksi ini dan sisa pereaksi yang disebut CSH gel (MacLaren, 2003).

Setelah semen dicampur dengan air, komponen - komponen yang terkandung di dalam semen mengalami hidrasi menghasilkan beberapa hasil reaksi sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O   → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2                                                           

2(2CaO.SiO2) + 4H2O   → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)                                                             

3CaO.Al2O3 + 3CaSO4.2H2O + 26H2O → 3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O                                       

3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O + 2(3CaO.Al2O3) + 4H2O → 3(3CaO.Al2O3.CaSO4.12H2O)           

3CaO.Al2O3 + 12H2O + Ca(OH)2 → 3CaO.Al2O3.Ca(OH)2.12H2O                                                           

4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 10H2O + 2Ca(OH)2 → 6CaO.Al2O3.Fe2O3.12H2O                                                  

Pada reaksi hidrasi semen, C3S dan C2S  bereaksi dengan air membentuk Trikalsium silikat hidrat yang disebut dengan gel tobermorite atau gel kalsium silikat hidrat (CSH gel) dan Ca(OH)2.  Reaksi hidrasi C3A dengan adanya kalsium sulfat membentuk kalsium trisulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFt atau ettringite), ataukalsium monosulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFm atau monosulfate).  Tanpa adanya kalsium sulfat, C3A bereaksi dengan air dan kalsium hidrosidamembentuk tetrakalsium aluminat hidrat. Dan C4AF bereaksi dengan air membentuk kalsium aluminoferrit hidrat (Spence, 2005).

Proses hidrasi butir-butir semen berlangsung sangat lambat. Bila dimungkinkan penambahan air masih diperlukan oleh bagian dalam butir-butir semen (terutama yang berbutir besar), untuk menyempurnakan proses hidrasi. Proses dapat berlangsung sampai 50 tahun. Penelitian terhadap silinder beton menunjukkan bahwa beton maih meningkat terus kekuatannya paling tidak untuk jangka waktu 50 tahun. Kekuatan semen yang mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi hanya kira-kira 35% dari berat semennya, penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih jauh sehingga kurang kuat dan juga lebih “porous” (berongga). Air kelebihan dari yang diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada pembuatan beton agar adukan beton dapat bercampur dengan baik diangkat dengan mudah dan dapat dicetak tanpa rongga yang besar (tidak keropos). 

Referensi

  1. Austin, G. T., a.b: Jasifi, 1996, Industri Proses Kimia, Erlangga, Jakarta.
  2. Baron, R., Andrew,Chemical Composition of Portland Cementhttp://en.wikipedia.org/wiki/Portland_cement.
  3. Bone, et al. 2004. Review of Scientific Literature on The Use of Stabilisation/Solidification for The Treatment of Contaminated Soil, Solid Waste and Sludges. Environment Agency.
  4. Gupta, V. K. Mohan, D. Sharma, S. and Park, K. T. 1999. Removal of Chromium VI from Electroplating Industry Wastewater Using Bagasse Fly Ash—A Sugar Industry Waste MaterialThe Environmentalist19 : 129–136.
  5. Mac Laren, D. C. and M. A. White. 2003. Cement: Its Chemistry and PropertiesJournal of Chemical Education 80, 6, (2003): 623-634.
  6. Spence. 2005. Stabilization and Solidification of Hazardous, Radioactive and Mixed Wastes. CRC Press. Boca Raton: CRC Press.
  7. Taylor, Harold F. W. 1990. Cement Chemistry. London: Academic Press.
  8. Wayne, S. Adaska, Stewart W. Tresouthick and Presbury B. West. 1998. Solidification and Stabilization of Wastes Using Portland Cement. USA.

 

 

Yusi Arisandi, S.Si., M.Si
Widyaiswara Madya Progli Manajemen Pendidikan Vokasi
PPPPTK BOE Malang
 

 

Facebook Comments

0 Komentar

TULIS KOMENTAR

Alamat email anda aman dan tidak akan dipublikasikan.